FLAVONOID

Pengertian Flavanoid

Flavonoid merupakan sejenis senyawa fenol terbesar yang ada, senyawa ini terdiri dari lebih dari 15 atom karbon yang sebagian besar bisa ditemukan dalam kandungan tumbuhan. Flavonoid juga dikenal sebagai vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai warna pada bunga yang dihasilkan.Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.

Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu.

Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji, batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal.

Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji, pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.

Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika bernama Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat) kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi „alat komunikasi‟ (molecular messenger} dalam proses interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).

Struktur Flavonoid dan Aktivitas Antioksidannya

Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa metabolit sekunder yang paling banyak ditemukan di dalam jaringan tanaman (Rajalakshmi dan S. Narasimhan, 1985). Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa phenolik dengan struktur kimia C6-C3-C6 (White dan Y. Xing, 1951; Madhavi et al., 1985; Maslarova, 2001) (Gambar 1). Kerangka flavonoid terdiri atas satu cincin aromatik A, satu cincin aromatik B, dan cincin tengah berupa heterosiklik yang mengandung oksigen dan bentuk teroksidasi cincin ini dijadikan dasar pembagian flavonoid ke dalam sub-sub kelompoknya (Hess, tt). Sistem penomoran digunakan untuk membedakan posisi karbon di sekitar molekulnya (Cook dan S. Samman, 1996).

Berbagai jenis senyawa, kandungan dan aktivitas antioksidatif flavonoid sebagai salah satu kelompok antioksidan alami yang terdapat pada sereal, sayur-sayuran dan buah, telah banyak dipublikasikan. Flavonoid berperan sebagai antioksidan dengan cara mendonasikan atom hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam, berada dalam bentuk glukosida (mengandung rantai samping glukosa) atau dalam bentuk bebas yang disebut aglikon (Cuppett et al.,1954).

Gambar 1. Kerangka C6 – C3 – C6 Flavonoid

Pada sorgum yang diekstraksi dengan metanol, didapatkan tiga jenis anthocyanogen flavonoid, satu jenis merupakan flavonone (kemungkinan eriodictyol) dan sisanya adalah anthocyanidin (pelargonidin) (Yumatsu et al., 1965). Narasimhan et al. (1988, 1989) melaporkan bahwa telah ditemukan komponen aktif dari ekstrak kulit gabah dua kultivar padi, Katakura (Oryza sativa Linn, var. Indica; berumur panjang) dan Kusabue (Oryza sativa Linn, var. Japonica; berumur pendek), berupa substansi flavonoid dan salah satunya diidentifikasi sebagai isovitexin, yaitu senyawa C-glycosil flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan sebanding dengan -tokoferol. Kemudian oleh Osawa et al. (1992) telah diisolasi suatu senyawa flavonoid baru dari daun green barley muda (Hordeum vulgare L. var. nudum Hook) yang diidentifikasi sebagai 2’’-O-Glycosylisovitexin (2’’-O-GIV). Berdasarkan pengujian dengan sistem peroksidasi lipid, 100 M senyawa 2’’-O-GIV pada pH 7,4 dalam kondisi irradiasi UV, mampu menekan pembentukan 40% malonaldehyde (tidak berbeda nyata dengan -tokoferol pada konsentrasi yang sama) (Kitta et al., 1992). Sedangkan vitexin dan isovitexin yang diisolasi dari ekstrak kulit gabah buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench) tidak menunjukkan aktivitasnya sebagai peroxy radical scavenger (Watanabe et al., 1997). Hasil penelitian lainnya menunjukkan bahwa kadar flavonoid terikat pada jagung, gandum, oat dan padi relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kadar flavonoid dalam bentuk bebasnya (Adom dan Rui Hai Liu, 2002) (Gambar 2). Bentuk flavonoid terikat memiliki koefisien korelasi yang nyata terhadap aktivitas antioksidan total (r2 = 0,925).

Dalam upaya mengoptimasi metode penentuan kuantitatif flavonoid dengan HPLC, Hertog et al. (1992a) telah mendapatkan beberapa senyawa flavonoid yang berpotensi sebagai anti-karsinogenik dari sejumlah sayuran dan buah (Tabel 1). Hasil studi selanjutnya terhadap 28 jenis sayuran dan 9 jenis buah-buahan yang secara umum dikonsumsi di Belanda (Hertog et al., 1992b), menunjukkan adanya senyawa quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin dan luteolin.

Pada penelitian lanjut (Hertog et al., 1993) diketahui pula adanya senyawa-senyawa flavonoid seperti quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin dan luteolin pada 12 jenis teh, 6 jenis minuman anggur dan 7 macam jus buah yang biasa dijumpai pada pusat-pusat perbelanjaan di Belanda



Permasalahan:
1. Dari permasalahan di atas diketahui bahwa isolasi suatu senyawa flavonoid itu dilakukan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Bagaimana cara kita mengetahui pelarut-pelarut apa saja yang sesuai untuk isolasi dan pemurnian senyawa flavonoid dan aturan apa saja yang harus dipenuhi oleh suatu pelarut untuk bida digunakan sebagai pelarut flavonoid?

2. Berdasarkan artikel di atas untuk mengisolasi senyawa flavonoid adalah dengan methanol-air. ekstraksi dilakukan dalam dua tahap. Yaitu dengan metanol:air (9:1) dilanjutkan dengan metanol:air (1:1). Yang menjadi permasalahannya, mengapa pada proses isolasi senyawa flavonoid dilakukan dua tahap dengan perbandingan methanol-air yang berbeda? Apa pengaruh perbedaan perbandingan metanol:air (9:1) dan metanol:air (1:1) terhadap isolasi flavonoid?

3. Diketahui bahwa Senyawa Flavonoid merupakan senyawa yang tidak tahan panas, selain itu senyawa flavonoid juga mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi. Namun, pada proses isolasi dilakukan proses penguapan yang mungkin bisa merusak struktur dari flavonoid itu sendiri. bagaimana cara kita untuk menstabilkan flavonoid agar stabil terhadap pemanasan pada setiap isolasi flavonoid?

Comments

  1. Baiklah saya akan mencoba menjawab no 3
    Senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah. Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase.

    ReplyDelete
  2. Siang saudari siti
    Saya akan menjawab permasalahan yang pertama Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena
    merupakan senyawa polihidroksi (gugus hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar. flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata pepatah lama
    suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid larut dalam pelarut polar seperti etanol,
    metanol, butanol,
    aseton, dimetilsulfoksida,
    dimetilformamida, air, dan
    lain-lain. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih
    mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform. Disamping itu dengan adanya gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid mudah larut dalam air.

    ReplyDelete
  3. Saya akan mencoba menjawab permasalahan Anda yg pertama:
    salah satu cara untuk meningkatkan kelarutan
    dan kestabilan senyawa flavonoid ialah dengan mengubah senyawa tersebut menjadi bentuk glikosida yaitu flavonoid-glikosida (flavonoid dengan gula terikat) melalui reaksi
    transglikosilasi, baik secara kimiawi maupun secara enzimatis dengan bantuan enzim transferase.

    ReplyDelete
  4. Dari nomor 1.
    Senyawa flavonoid merupakan senyawa polar, kepolaran ini akan berbeda-beda terhadap berbagai pelarut sehingga harus diperhatikan dengan menggunakan pelarut yang sesuai kepolaran flavonoid yang akan diekstraksi.
    Umumnya flavonoid larut dalam pelarut-pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain. Dalam bentuk glikosida karena adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan mudah larut dalam air, dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosidanya. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termodifikasi, cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.
    Jadi penggunaan pelarut dalam isolasi flavonoid harus disesuaikan dengan kepolaran dari flavonoid itu sendiri.

    ReplyDelete
  5. Saya akan menjawab permasalahan yg pertama Umumnya flavonoid larut dalam pelarut-pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil sulfoksida, dimetilformamida, air dan lain-lain. Dalam bentuk glikosida karena adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan mudah larut dalam air, dan dengan demikian campuran pelarut diatas dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosidanya. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon dan flavon serta flavonol yang termodifikasi, cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform.
    Jadi penggunaan pelarut dalam isolasi flavonoid harus disesuaikan dengan kepolaran dari flavonoid itu sendiri.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

FENIL PROPANOID

TERPENOID

ALKALOID